biropbj.kaltimprov.go.id Memimpin Yogyakarta sejak 1940, dan beberapa kali menjabat menteri, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dikenal jujur, merakyat dan cinta negara. Sikap ini ditunjukkannya hingga akhirnya dia meninggal dunia pada Oktober 1988.
Salah satu kisah soal kejujuran Sultan terjadi pada pertengahan 1960-an. Ketika itu Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengendarai sendiri mobilnya ke luar kota, tepatnya ke Pekalongan. Entah mengapa, Sri Sultan saat itu melakukan kesalahan. Dia melanggar rambu lalu lintas.
Malang bagi Sri Sultan, seorang polisi yang tengah berjaga memergokinya. Polisi itu pun menghentikan mobil Sri Sultan. “Selamat pagi!” ucap Brigadir Royadin, polisi itu. “Boleh ditunjukkan rebewes (surat-surat kelengkapan kendaraan berikut surat izin mengemudi).”
Sri Sultan tersenyum dan memenuhi permintaan sang polisi. Saat itulah sang polisi baru tahu bahwa orang yang ditindaknya adalah Sri Sultan. Brigadir Royadin gugup bukan main. Namun, dia segera mencoba memperbaiki sikap demi wibawanya sebagai polisi.
“Bapak melanggar verbodden. Tidak boleh lewat sini. Ini satu arah!” kata dia.
“Benar... Saya yang salah,” jawab Sri Sultan. Ketika melihat keragu-raguan di wajah Brigadir Royadin, beliau berkata, “Buatkan saja saya surat tilang”.
Polisi pun melakukan tilang. Tidak ada sikap mentang-mentang berkuasa yang diperlihatkan Sri Sultan pada saat itu. Bahkan, tak lama kemudian, dia meminta Brigadir Royadin bertugas di Yogyakarta dan menaikkan pangkatnya satu tingkat karena dianggap berani dan tegas.
Sumber : Dikutip dari Buku Orange Juice For Integrity : Belajar Integritas Kepada Tokoh Bangsa.