Ignasius Jonan punya pekerjaan rumah nan berat ketika pertama kali menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Persero. Setahun sebelum ia menjabat pertama kali, 2009 lalu, perusahaan plat merah ini merugi Rp 150 miliar per tahun. Hanya butuh setahun. Jonan berhasil mentransformasi kerugian menjadi pendapatan triliunan rupiah.
Pencapaian luar biasa ini ternyata dimulai dari transformasi sederhana dan cerdas yang berorientasi kepada pelayanan.
Proses transformasi itu dimulai dari memeriksa elemen paling mendasar. Di tahun 2009, Ia menemukan fakta mencengangkan, Kepala Stasiun Gambir hanya digaji Rp 2,7 juta rupiah sebulan.
Jonan miris. Bagaimana mungkin salah satu posisi paling senior di Stasiun paling tua di Indonesia hanya digaji kecil. Padahal, posisi itu sangat sentral dalam memberikan pelayanan dan keselamatan jutaan penumpang.
Akibat bergaji kecil, para pegawai dan kepala stasiun kerap mencari uang tambahan dari berbagai sumber. Ini terlihat dari buruknya manajemen retribusi uang parkir di stasiun yang hanya menghasilkan Rp 3 juta per bulan.
Eks Bankir Citi Bank ini punya hipotesis. Penghasilan karyawan berkorelasi dengan kualitas kerja. Perlahan tapi pasti, Jonan membuat aturan kenaikan pendapatan kepala stasiun sampai penjaga pintu perlintasan kereta.
Perlahan, penghasilan Kepala Stasiun Gambir yang bisa dibawa pulang atau Take Home Pay naik 10 kali lipat. Dari Rp 2,7 juta per bulan, naik Rp 25-30 juta per bulan.
Selain menaikkan penghasilan kepala stasiun sampai penjaga pintu perlintasan, Jonan juga memperkaya perspektif dan cara pandang karyawan dengan mengirim mereka belajar langsung ke berbagai negara. Bukan hanya para eksekutif yang dikirim, tapi juga para operator lapangan.
Pada saat Pak Jonan menjabat sebagai Direktur Utama KAI, komposisi SDM KAI 40% di antaranya adalah lulusan SD. Bagaimana mengajarkan SDM lulusan SD/SMP yang usianya di atas 40 tahun? Pak Jonan meyakini seseorang bisa belajar sendiri tanpa harus bersekolah formal. Para pegawai menjadi lebih bersemangat dan merasa dihargai.
Jonan juga percaya promosi jabatan hanya dilakukan berdasarkan satu meritokrasi. Kinerja bukan tingkat pendidikan !!!
Contohnya. Promosi kepada karyawan senior bernama Subakir. Ia hanya tamatan SMA dan memulai karier sebagai juru langsir atau tukang parkir kereta api. Di masa Jonan menjabat, Subakir dipromosikan dari Kepala Stasiun Pasar Turi hingga Direktur Operasi.
Dampaknya Luar Biasa !!!
Pendapatan parkir di stasiun yang awalnya hanya Rp 3 juta per hari naik 300 kali lipat menjadi Rp 100 juta per hari. Tak hanya itu, angka kecelakaan kereta api dengan kendaraan di pintu perlintasan kereta juga turun drastis.
Jonan yang menjabat sebagai Dirut PT KAI sejak 2009-2014 berhasil mencatatkan prestasi terbesar.
Setahun sebelum ia menjabat, PT KAI merugi Rp 150 miliar. Setahun setelahnya PT KAI mencatatkan pendapatan Rp4,2 triliun dan keuntungan Rp83 miliar.
Setelah Jonan selesai menjabat 2014, PT KAI mengantongi pendapatan Rp14 triliun serta laba Rp1,3 triliun. Sebuah pencapaian yang luar biasa di BUMN kereta api ini!
Sumber : Akun Youtube Helmi Yahya Bicara berjudul Menerapkan Ilmu Kepemimpinan dari Pak Jonan. "Pemimpin Harus Terlihat. Leader Has To Be Seen"
https://www.youtube.com/watch?v=cvaqwjK65HA