page-banner
Cut Nyak Dien : Dua Kali Menikah dengan Pejuang dan Meninggal di Pengasingan 1 Oktober 2024

Cut Nyak Dien : Dua Kali Menikah dengan Pejuang dan Meninggal di Pengasingan

biropbj.kaltimprov.go.id Indonesia memiliki pahlawan perempuan hebat yang gigih melawan kolonial Belanda hingga akhir hayatnya. Ia dijuluki “Ratu Aceh”. Namanya Cut Nyak Dien. Sepanjang masa hidupnya, Cut Nyak Dien terus melakukan pertempuran dan perlawanan dengan tujuan menggapai cita-cita bangsa, yaitu terbebas dari kekuasaan penjajah.
 
Cut Nyak Dien lahir di Kampung Lam Padang Peukan Bada, Wilayah VI Mukim, Aceh Besar pada tahun 1848. Ia termasuk keturunan bangsawan Aceh. Selain dikenal memiliki paras rupawan, Cut Nyak Dien dikenal dalam bidang pendidikan agama.
 
Di usia 12 tahun, tepatnya pada tahun 1863, Cut Nyak Dien dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga – putra dari Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya adalah pemuda yang wawasannya luas dan taat agama. Cut Nyak Dien dan Teuku Umar menikah dan memiliki buah hati seorang laki-laki.
 
Riwayat sejarah Aceh mencatatkan bahwa Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Teuku Ibrahim sering kali meninggalkan Cut Nyak Dien dan anaknya karena melakukan tugas mulia yaitu berjuang melawan kolonial Belanda.
 
Hingga akhirnya, kabar duka itu tiba. Sang suami wafat usai berperang dengan pemerintah kolonial pada 29 Juni 1878. Kematian sang suami justru memperkuat semangat dan alasan sang Ratu Aceh melanjutkan perjuangan sosok suaminya melawan pemerintah kolonial Belanda.
 
Menikah Lagi dengan Pejuang
 
Selepas kematian Teuku Ibrahim, Cut Nyak Dien menikah lagi dengan Teuku Umar, seorang tokoh pejuang Aceh. Bukan hanya diikatkan dengan tali pernikahan saja, tetapi keduanya bersatu untuk melawan penjajah. Pernikahan antara Cut Nyak Dien dengan Teuku Umar terbilang merupakan kisah yang menarik.
 
Cut Nyak Dien beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya turun ke medan perang untuk melawan kolonial Belanda, bukan hanya ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga saja.
 
Awalnya Cut Nyak Dien menolak, karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk melawan penjajah, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan dari Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.
 
Pasangan pejuang ini pun punya strategi unik untuk mengalahkan pemerintah kolonial Belanda. Demi memuluskan strategi mengalahkan Belanda, Teuku Umar rela dianggap sebagai penghianat oleh orang Aceh. Tidak terkecuali oleh Cut Nyak Meutia yang datang menemui dan memarahi Cut Nyak Dien. Meskipun begitu, Cut Nyak Dien tetap berusaha menasihatinya Teuku Umar untuk fokus kembali melawan dan mengalahkan Belanda.
 
Saat kekuasaan Teuku Umar dan pengaruhnya cukup besar, Teuku Umar memanfaatkan momen itu untuk mengumpulkan orang Aceh di pasukannya. Ketika jumlah orang Aceh di bawah komando Teuku Umar sudah cukup, lalu Teuku Umar melakukan rencana palsu ke orang Belanda dan mengklaim jika dirinya ingin menyerang basis Aceh.
 
Strategi yang apik oleh Teuku Umar untuk mengkhianati Belanda ini membuat Belanda marah dan melancarkan operasi besar-besaran untuk menangkap Cut Nyak Dien dan Teuku Umar. Tetapi, para gerilyawan Aceh saat ini sudah dilengkapi perlengkapan dari Belanda dan cukup untuk melawan Belanda.
 
Ketika Jenderal Van Swieten diganti, orang yang menggantikan posisinya yaitu Jenderal Jakobus Ludovicus Hubertus Pel dengan cepat terbunuh oleh gerilyawan Aceh itu, hingga akhirnya membuat para pasukan kolonial Belanda dalam kondisi yang sangat sulit dan kacau.
 
Berjuang dan Meninggal di Pengasingan
 
Waktu demi waktu berlalu, Teuku Umar gugur dalam medan perang di Meulaboh. Suami kedua Cut Nyak Dien itu gugur karena itikad penyerangannya telah diketahui oleh pasukan Belanda sejak awal.
 
Walaupun orang-orang yang disayanginya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dien masih terus melanjutkan pertempurannya selama enam tahun. Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lain.
 
Dalam waktu itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada kesulitan hidup: penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata. Hingga akhirnya, Belanda berhasil menemukan persembunyian Cut Nyak Dien dan kemudian membawa Cut Nyak Dien ke Kutaradja. Ini tak lepas dari pengkhianatan Pang Laot -- seorang pengawal Cut Nyak Dien melaporkan lokasi markas Cut Nyak Dien kepada Belanda.
 
Hal tersebut membuat Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pasukan Cut Nyak Dien terkejut dan bertempur dengan mati-matian, hingga akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh.
 
Setelah tertangkap oleh Belanda, Cut Nyak Dien dibawa dan dirawat di Banda Aceh. Penyakit rabun dan encoknya berangsur sembuh. Namun, malangnya Cut Nyak Dien dibuang ke tanah Sumedang, Jawa Barat pada tahun 1907.
 
Setahun masa pengasingannya, Cut Nyak Dien mengakhiri perjuangan selama masa hidupnya. Cut Nyak Dien menjadi salah satu sosok wanita Indonesia yang patut dicontoh keberaniannya. Sejak 2 Mei 1964, Cut Nyak Dien dianugerahi sebagai pahlawan nasional Indonesia melalui SK Presiden RI No.106 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
 
Cut Nyak Dien merupakan seorang perempuan Aceh yang tidak kenal menyerah dalam berjuang, ia terus berjuang hingga akhir hayatnya.